Jumat, 07 November 2008

For My Mom..


Hujan lebat sekali malam ini. Deru jejatuhannya membangunkan aku dari tidur lelapku. Disertai badai pula lagi. Padahal siang tadi cerah-cerah saja. Ya… begitulah cuaca akhir-akhir ini Bu, susah ditebak. Siang panas sepanas-panasnya, malam tiba-tiba hujan selebat-lebat antah. Barangkali disebabkan “global warming” ya, seperti yang menjadi bahasan banyak orang belakangan ini.
Bu, tak berasa sebelas tahun sudah kita tidak bertemu. Sejak 1997. Hari Sabtu tanggal 6 Juli. Waktu aku masih kelas 2 SMP. Tentu sudah banyak peristiwa terjadi di sana yang aku tidak tau, dan juga di sini dimana Ibu juga tidak mengetahuinya. Ibu menyimpan banyak cerita dan akupun punya berbagai kisah. Bermacamlah Bu, ada yang lucu menggelikan, terkadang aneh mengherankan, serta ada pula yang sedih mengharukan.
Eh iya, maaf baru menyurati Ibu sekarang, karena baru dapat alamat ibu kemaren. Ibu mah tidak pernah mau ngasih tau ke aku dimana Ibu tinggal, apalagi mengabari tentang keadaan Ibu. Entah senang bahagia disana atau malah Ibu sakit kepanasan. Entah aku bisa berbagi suka atau justeru mesti membantu meringankan penderitaan Ibu. Aku tak tau.
Wah, bahagia sekali rasanya sekarang aku bisa berkirim kabar. Sudah lama tawa tertahan untuk berbagi kelucuan. Telah lama pula isak kubendung untuk berbagi kesedihan.
Ibu bagaimana kabarnya, adakah baik-baik saja?. Kalau aku, anak bujang Ibu ini , alhamdulilah sehat dan baik-baik selalu. Begitu juga dengan Ayah, Kakak dan Adik-adik yang Ibu tinggalkan saat mereka masih sangat butuh belai kasih Ibu.
Aku sekarang 26 tahun. Masih kuliah strata-2. Seperti pesan Ibu kepada kami, selagi masih muda dan mampu teruslah bersekolah. Nantilah berfikir menikah dan menjadi kaya. Tidak seperti kekayaan dan wanita, ilmu lebih setia menemani hidup kita. Ilmu lebih sabar dari wanita penyabar. Ilmu lebih mahal dari harta segudang. Wanita bisa larut digelimangi harta, harta akan hilang ditelan bencana, tetapi tidak dengan ilmu. Tapi aku kan sudah 26 tahun. Tentu tidak mau pula aku dibilang “bujang lapuak” oleh orang-orang.
Soal perempuan Bu, sampai sekarang aku belum punya calon menantu Ibu. Hehehe..Kadang malu juga aku dengan diriku. Soal tampang, anak bujang Ibu ini sepertinya tidak jelek-jelek amat. Aku juga orang baik-baik. Tidak seperti kebanyakan orang muda sekarang, aku tidak sama sekali pernah menyentuh narkoba, tidak pula nakal dan suka bikin onar, apalagi bergaul bebas.
Baru-baru ini ada sih gadis yang membuat jantung si bujangmu ini berdetak kencang. Paras dan perawakannya bolehlah menurut penilaianku. Kulit putih kemerahan, berjilbab dan yang menjadi daya tarik dari dia adalah bentuk kombinasi mata, bulu mata dan alisnya yang indah. Cantik sekali. Kalau Ibu kukenalkan dengannya, pasti Ibu memuji pilihanku. Tapi aneh Bu, sama seperti mengejar gunung, semakin aku mendekati dia, semakin dia terasa menjauh. Semakin aku ingin mengenali dia, terasa dia semakin menutup diri. Akhirnya, patah pulalah semangatku mengejar-ngejar dia.
Aku tidak tau pasti kenapa bisa seperti itu. Bisa jadi karena caraku kurang halus dan tidak mengena. Memang sepeninggal Ibu, aku tidak punya wanita sebagai tempat curhat. Sehingga aku kurang tau bagaimana menaklukkan perasaan halus seorang perempuan. Coba kalau ada Ibu, tentu aku akan dapat banyak pelajaran tentang semua itu. Tentu banyak sudah perempuan yang mampu aku pikat. Hahaha.. Kata Ibukan kalau ingin menyenangkan perempuan, senangkan dulu hatinya.
Bu, sekarang sudah banyak perubahan di keluarga kita Ibu sudah punya tiga menantu dengan dua orang cucu. Uda Wendy dapat isteri orang bayang. Uni Nove nama kerennya. Aslinya dia bernama Nurmita Yenti. Sejauh ini beliau mampu mengambil sebagian peran Ibu dalam keluarga kita. Beberapa bulan yang lalu ketika pernikahan Unang dengan Uda Naldi, beliaulah yang paling banyak membantu. Mulai dari persoalan konsumsi, perlengkapan penganten sampai semua tetek bengek pesta beliau yang mengatur. Semuanya beres pokoknya ditangani oleh wanita tangguh ini. Dari beliau lahirlah cucu Ibu yang lucu. Tata dan Cili. Kalau si sulung Tata, orangnya periang tapi suka sakitan. Agak manja memang. Tapi kalau yang bungsu, Cili, sangat berwibawa, pendiam dan suka rewel. Tata berumur 4 tahunan, sedangkan Cili sekitar 1 tahun lebih. Cili itu namanya aku yang ngasih. Halbicya Winny Primauli nama lengkapnya. Halbicya berarti pohon penyejuk, halbi, yang tumbuh di tepi pantai, Winny bermakna kemenangan dan Primauli artinya adalah sebelum maulid nabi. Hebat bukan nama yang aku beri Bu?
Kalau Si Kakak istrinya dah hamil pula. Mira namanya..Teman sekolah kakak saat SMA dulu.
Bu, Ayah sampai sekarang masih sendiri. Belum atau bahkan tidak mau lagi mencari pengganti Ibu. Aku tidak tau persis alasannya kenapa. Sebab kalau difikir-fikir kan sah-sah saja Ayah mencari pengganti Ibu, karena Ibu pasti tak akan pernah kembali lagi ke kehidupan kami. Apasih perjanjian yang Ayah dan Ibu ikrarkan sehingga hati Ayah membatu seperti itu? Ayah telah selesai pula S-2nya. Sekarang selain sebagai Kepala Sekolah, beliau juga diminta mengajar di sebuah Perguruan Tinggi swasta di Solok. Kerenkan Bu?. Coba Ibu masih di sini, pasti Ibu bangga sekali dengan suami Ibu. Sudah gagah, taat beribadah, penyabar dan berpendidikan lagi. Kelak kalau sudah berkeluarga, Ayah merupakan referensi utama aku. Aku ingin jadi suami seperti Ayah.
Ibuku sayang, bersama aku di Padang sekarang ada juga Jul dan Mila. Si Jul hampir selesai kuliahnya di Ilmu Fisika. Sedangkan Mila, anak gadis , sekarang sudah kuliah pula di ilmu keguruan. Pengen jadi guru juga katanya seperti Ibu.
Si Bungsu Ibu, Iim, yang dulu Ibu tinggalkan ketika masih kecil, saat dimana anak seumurnya masih dimandikan dan disuapkan makannya, sekarang sudah kelas dua SMA. Sudah jadi bujang gagah pula. Iim tinggal bersama Uda Wendi di Painan.
Bu, entah mengapa beberapa hari ini wajahmu sering muncul di penglihatanku. Mungkin karena aku terlalu kangen denganmu. Atau Ibu masih marah kepada aku, sebab di detik-detik kepergiannmu aku tak ikut melepas dan mengantarkanmu ke tempat peristirahatan yang Ibu pilih. Sekali lagi aku mohon maaf. Aku kan tidak sengaja. Salah Ibu jugakan kenapa gak bilang-bilang ke aku kalau Ibu mau berangkat. Padahal siangnya aku kan masih becanda tawa bersama Ibu. Trus Ibu juga kan yang menyuruh aku pergi mengantarkan titipan Ibu. Sudahlah Bu, aku gak mau ribut lagi tentang masalah ini dengan Ibu. Nanti dianggap durhaka pula aku.
Sudah dulu ya Bu. Hampir subuh. Besok ada kuliah. Di ujung suratku ini aku hanya berharap kelak bisa bertemu dan bersama Ibu lagi. Kalau Ibu mau menerimaku, aku akan tinggal lagi bersama Ibu. Di surga. Sehingga saat malam tiba aku dapat tidur di sebelah Ibu. Kalau Ibu haus aku yang mengambilkan minum. Kalau Ibu lapar aku yang akan membuatkan makanan permintaan Ibu. Kalau Ibu kepanasan dengan senang hati aku pula yang akan mengipasi Ibu dengan kain panjang. Dan, jika aku sedih, Ibulah yang aku harapkan menghapus derai air mataku..Anak kesayanganmu