Senin, 26 Mei 2008

Opini

Iklan Politik, Kamuflase atau Proses Pengenalan ?
Oleh: Epaldi Bahar
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Andalas


Pembaca mungkin masih ingat dengan iklan produk rokok Long Beach yang sempat saban hari menghiasi layar kaca kita beberapa tahun silam. Dalam iklan tersebut digambarkan seorang pria seakan-akan tengah melayang di “surga” menikmati pijitan perempuan cantik di hamparan pasir putih yang indah. Iklan tersebut semakin sempurna dengan dukungan jingle yang terdengar pas di telinga. Melalui kemasan iklan seperti itu, produsen berpesan kepada calon konsumennya bahwa dengan mengkonsumsi Long Beach, para perokok akan mendapatkan kenikmatan luar biasa.
Contoh lain yang masih segar dalam imajinasi kita adalah iklan rokok Mezzo, produk grup Djarum. Di iklan itu kita menyaksikan sepasang manusia berseragam putih terbang berlarian melompati lobang (hambatan-rintangan) keriangan. Pesan yang dapat diambil dari iklan tersebut adalah bahwa dengan menghisap rokok Mezzo konsumen akan merasa bebas. Bebas dari kesulitan dan rintangan. Bebas dari berbagai masalah dan persoalan.
Memang, Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran. Dengan cara itu produsen mencoba memperkenalkan profil produknya ke masyarakat. Melalui iklan idealnya disampaikan bagaimana postur dan nilai produk yang akan didapat konsumen.
Komunikasi pemasaran juga salah satu dimensi dalam membangun citra merek produk, bahkan citra perusahaan. Citra yang baik mendorong terbentuknya kepercayaan masyarakat untuk menggunakan produk tertentu. Kalau sudah berhasil merebut hati masyarakat, logikanya akan berdampak terhadap peningkatan angka penjualan dan kalkulasi rupiah yang diperoleh.
Akan tetapi laba tentu bukanlah tujuan akhir perusahaan. Yang diharapkan perusahaan adalah loyalitas konsumen. Loyalitas akan didapat bilamana harapan konsumen terpenuhi. Untuk itu perlu keselarasan antara citra yang dibangun dengan kualitas produk yang ditawarkan.
Pertanyaannya, efektifkah iklan produk rokok Long Beach dan Mezzo meraup kepercayaan konsumen?. Hasil amatan penulis dan mungkin amatan kita semua, kedua merek rokok diatas ternyata gagal di pasaran. Apa kira-kira faktor penyebab kegagalannya ?.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, iklan memberikan kontribusi bagi terbentuknya citra merek (Brand Image). Citra merek merupakan persepsi baik-buruk masyarakat atas produk tertentu. Pada kasus Long Beach dan Mezzo, penulis berpendapat terdapat jurang (gap) antara citra yang dibangun melalui iklan dengan nilai produk yang didapat konsumen. Akibatnya konsumen kecewa dan produk gagal berkembang di pasar.
Dalam tulisan berjudul Marketing Politik yang dimuat Harian Singgalang tanggal 16 April lalu, penulis menyampaikan bahwa dewasa ini ilmu marketing kian diperlukan dalam komunikasi politik sebagai metoda pengenalan produk politik kepada masyarakat. Roh dari marketing politik adalah upaya pembentukan citra produk politik guna mendapatkan kepercayaan publik. Kepercayaan publik lahir apabila ada keselarasan antara citra produk politik yang dibangun melalui marketing politik dengan tingkat kepuasan masyarakat atas produk politik yang ditawarkan.
Menjelang pemilihan umum 2009 tahun depan, aktivitas marketing politik semakin marak saja kita saksikan. Di berbagai media masa para tokoh politik sudah mulai sibuk “mengiklankan” diri dan partai mereka. Dengan memanfaatkan berbagai momen penting yang ada, mereka coba menarik perhatian masyarakat melalui himbauan-himbauan, isu-isu moral, dan beragam bentuk kemasan lainnya.
Media promosi seperti spanduk dan baliho pun sepertinya jadi pilhan menarik untuk lebih mengenalkan dan mendekatkan diri kepada masyarakat. Memang cara ini punya kelebihan dibanding iklan di media masa. Spanduk dan Baliho lebih murah dan bisa bertahan lebih lama. Tetapi daya jangkaunya tentu sangat terbatas dibanding promosi lewat media seperti televisi dan media cetak lainnya.
Melalui marketing politik tokoh dan partai politik ingin mendapatkan citra tertentu dari publik. Kalau core promosinya adalah isu-isu tentang kemiskinan maka dia berharap citra yang melekat pada dirinya adalah sebagai tokoh atau partai pembela kaum miskin dan rakyat jelata. Jika promosi politiknya konsisten dengan persoalan pendidikan dan intelektualitas, maka harapannya melekat pada mereka citra sebagai tokoh atau partai yang peduli dengan pendidikan. Begitu seterusnya produk dan partai politik akan mendapatkan citra tertentu dari masyarakat tergantung kepada core dan konsistensi mereka terhadap isu-isu yang diusung.
Apapun bentuk dan cara mempopulerkan diri yang marak dilakukan belakangan ini, tujuannya relatif sama, yaitu popularitas. Bagamana saat dijual, masyarakat mau membeli “produk” mereka. Seperti yang pernah penulis sampaikan juga dalam tulisan terdahulu, bahwa saat ini, popularitas adalah faktor dominan dalam menentukan derajat keterpilihan (elektabilitas) tokoh atau partai pada suatu “kompetisi” politik.
Belajar dari kasus Long Beach dan Mezzo diatas, gap antara citra yang dibangun dengan nilai produk politik yang diperoleh masyarakat sangat mungkin terjadi. Masyarakat bisa “terbeli kucing dalam karung”. Bagaimana tidak, dengan proses marketing, tokoh karbitan sangat mudah muncul dan populer. Beruntung kalau yang “terbeli” adalah produk bagus, jika tidak tentu rugilah “pembeli”.
Dalam ilmu pemasaran ada yang dikenal dengan sebutan pembeli emosional. Perumpamaannya kurang lebih begini; suatu ketika saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Dari rumah niat saya adalah membeli kemeja. Setelah berkeliling mencari mana kemeja yang pas dan sesuai dengan selera, kemudian mata saya tertuju kepada satu kemeja dengan merek “Jibun”. Melihat “Jibun” Saya teringat kalau merek tersebut sering terlihat di iklan-iklan. Model yang dipakai untuk promosinya-pun adalah model top di negeri ini. Tanpa berfikir panjang saya langsung mengambil “Jibun” dan membelinya. Walau sebelumnya saya tidak memiliki informasi yang lengkap tentang “Jibun”, baik asal-muasal apalagi kualitasnya. Konsekuensi keputusan pembelian yang saya lakukan adalah, bila kualitasnya baik karena sesuai dengan kriteria yang saya inginkan, maka saya beruntung. Akan tetapi sebuah keputusan yang salah apabila yang saya beli adalah produk tidak bagus.
Memang, para pembeli emosional-lah yang kebanyakan membeli “Jibun”. Loyalis produk tertentu tidak akan membelinya karena mereka percaya terhadap produk yang biasa mereka gunakan. Mereka sangat mengenali profil dan kualitas apa yang dibeli.
Dalam dunia politikpun seperti itu. Hanya pemilih emosional saja lah yang akan memilih “Jibun Politik”. Sebab pemilih yang sudah masuk kepada segmen loyalis tokoh dan partai tertentu sulit direbut. Loyalitas pemilih tercipta karena mereka akrab dengan kualitas dan profil pilihan mereka.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin simpulkan apa yang di sampaikan Arbi Sanit (detik.com-24 Mei 2008), bahwa sebaiknya masyarakat mengenali dulu profil tokoh dan partai politik yang akan dipilih pada setiap pemilihan, baik dalam Pemilu Legislatif atau Pemillihan Langsung Eksekutif. Kesalahan dalam menentukan pilihan, berarti kekeliruan dalam menentukan nasib kedepan. Masyarakat jangan terlalu percaya dengan slogan dan janji yang disampaikan melalui iklan politik, karena bisa saja itu menyesatkan.
.







Ke Mana Anda Mau Berakhir Pekan ?



Bagi Anda yang butuh tempat mengasyikkan guna melepas lelah setelah seminggu berjibaku dengan kerjaan Anda, maka Jembatan Akar bisa menjadi tempat berwisata yang tepat. Jembatan Akar terletak di Nagari Puluik-Puliuk Kecamatan Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan, sekitar 70 km dari kota Padang. Menuju ke sana menghabiskan sekitar 2 jam perjalanan.
Dikatakan Jembatan Akar karena memang Jembatan ini terbuat dari jalinan akar pepohonan yang tumbuh di tepi sungai. Jembatan ini menghungkan dua Kampung dipisahkan oleh aliran Batang Bayang yang berhulu di Danau Atas kabupaten Solok.
Selain bisa menikmati sejuknya hawa pegunungan Bukit Barisan, Bagi anda yang hobi olah raga Arung Jeram, sungai yang mengalir di sini punya tantangan tersendiri tentunya. Atau bagi pengunjung yang pengen merasakan dinginnya air sungai ini, bermandi ria pun menjadi pilihan yang tepat pula. Selamat Berkunjung

Salam Kenal, Selamat Berkunjung Di Blog Saya

Melalui blog ini saya ingin "bercengkrama" dengan siapa saja yang bersedia meluangkan waktunya. Saya sangat senang bila pengunjung becerita tentang berbagai persoalan yang etis kita bicarakan. Demi sempurnanya blog ini saya berharap kritik dan masukan Anda semuanya. Terima Kasih..