Senin, 29 Desember 2008

Rajutan Cerita Yang Tak Sempurna : Kisah dari Lebah Sempaga

Jum’at 27 Desember 2008 sekitar jam 23.00 WIB pesawat yang aku tumpangi, Lion Air, mendarat sempurna di Bandara Internasional Minangkabau. Penerbangan tadi cukup membuat jantungku dan penumpang lainnya berdetak kencang. Cuaca buruk sekali. Getaran pesawat begitu terasa dan mengguncang-guncang. Sempat terfikir andai pilot kehilangan kendali dan kemudian pesawat jatuh…? Huuh…akhirnya aku menghirup lagi udara Ranah Minang ku ini.

Secara fisik aku sangat lelah setelah dua minggu “berpetualang" di sebahagian belahan Indonesia ku, Indonesia kamu, Indonesia kita semua. Secara intelektual juga aku letih karena sepekan lebih beradu argumentasi dengan teman-teman peserta pelatihan tentang berbagai persoalan HMI dan Bangsa. Masih seputar persoalan klasik; Idiologisasi HMI, Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan yang senatiasa menjadi “penyakit” yang menjangkiti Sang Hijau–Hitam dan Si Merah-Putih.

Kalaupun dalam agenda praksis kami belum mampu berbuat banyak untuk memperbaiki persoalan-persoalan tersebut, tetapi pertemuan yang sangat Indonesia itu setidaknya memberikan ke kami potret buram bangsa yang kian hari lembarannya semakin menumpuk. Saya bilang pertemuan itu sangat Indonesia karena pesertanya berasal dari berbagai daerah yang kultur dan rasnya beragam; ada Ambon, Sumbawa, Kendari, Buton, Lampung, Malang, Mataram, Salatiga, Banten, Mataram, Jakarta, Depok, Ponorogo dan Saya dari Padang.

Mataram, sebelumnya saya mohon dimaafkan karena sempat miris memandang mu. Ternyata engkau begitu indah, karena Lombok tempat kau berdiri sangat eksotis, bagai ceceran serpihan surga yang Tuhan letakkan di sana. Senggigimu menawan hati, Rinjani menjulang tinggi membentengi langit dan keelokan alam mu beserta “isinya” meluluhkan hatiku. Diriku takjub.

Banyak cerita terukir dalam kurun waktu yang singkat itu. Ada kisah lucu menggelitik dan ada pula yang miris memilukan. Ada juga cerita tentang Arif yang terjerat hati dengan Tuti, Si Masyhur yang bicaranya bikin orang menggerutu karena sering asbun (hehe..maaf kawan). Dan, cerita tentang aku yang jatuh cinta pada Lombok dan “Alamnya”.

Pada sesi terakhir kegiatan, kami melakukan studi lapangan ke Desa Lebah Sempaga. Sebuah desa suku Sasak di pedalaman kecamatan Narmada kabupaten Lombok Barat. Dari kota Mataram perjalanan kesana mengahbiskan waktu sekitar 2 jam dengan kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Jalan menuju desa ini sangat sulit, kecil, berlobang, beliku-liku dengan tanjakan tajamnya dan satu lagi, berdebu.

Desa Lebah Sempaga terdiri dari 8 dusun (200 KK) dengan 95% penduduknya bermatapencaharian sebagai petani kebun, terutama melinjo. Pendapatan perkapita hanya Rp.3.750 perhari. Sangat miskin. Jauh lebih miskin dari negara miskin Indonesia yang pendapatan perkapitanya Rp.46.675 perhari. Rata-rata tingkat pendidikan hanya kelas 2 SD, sehingga orang-orang tua disana mayoritas buta aksara. Tapi mereka pintar baca tulis Arab dan Arab Melayu. Jadul banget kan…?

Walau masyarakatnya jauh dari kemewahan, tetapi mereka hidup sangat rukun, damai dan saling menghargai. Perkampungan mereka tertata rapi, meski pekarangan berpagar bambu dan rumah beratap daun ilalang. Sekeliling kampung perbukitan hijau menjulang bak benteng. Suara kicauan burung terdengar nyaring pertanda hutan tempat mereka hidup masih alami. Belum habis dibabat pembalak liar seperti hutan di “kampung sebelah”. Kesejukan alam Lebah Sempaga kian terasa tatkala mendengar dencingan aliran air sungai yang mengalir meliuk-liuk mengikuti liku dan lekukan badan sungai. Desa yang indah.

Kedatangan kami pada Sabtu pagi pukul 10 itu disambut dengan senyum ikhlas penuh keramahan dan keakraban. Anak-anak dengan riang berlarian melihat kami datang. Air wajah mereka memberikan kami gambaran keluguan tentang seribu asa anak desa. Mainan mereka hanyalah kemiskinan dan kebodohan, sehingga tidak kenal dengan Play Station dan Komputer. Sesuatu yang sudah akrab bagi anak-anak di perkotaan. Kampung yang sangat terbelakang bukan ?, lebih tertinggal dari negara tertinggal Indonesia.

Bagi saya, Desa Lebah Sempaga merupakan bukti ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi di negara kita. Ketimpangan yang lahir akibat timpangnya otak penguasa, yang melihat Indonesia itu hanyalah Jakarta.

Kami meninggalkan kampung itu sekitar jam 4 sore. Setelah bersama-sama sejenak berkeliling bercengkrama dengan masyarakat. Berbagi cerita tentang kepedihan hidup, yang mereka sendiri tidak menyadarinya, bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang mereka alami lahir akibat sistem yang tidak adil. Bukan sekedar takdir Tuhan.

Rabu, 24 Desember 2008

Senggigi Itu Ternyata....



Aku berpose di Gerbang Senggigi Beach Hotel
Senggigi - Lombok - Nusa Tenggara Barat












Foto Atas dari kiri ke kanan
Bersama Edou (Depok), Hamdan (Mataram), Saya, Awil (Ambon), Zulman (Ciputat), Yamin (Bogor) dan yang duduk Masyhur (Sumbawa)

Foto Bawah dari kiri ke kanan
Syaukani (Mataram), Edou (Depok), Saya (Berkacamata), Arif (Cilegon), dan Bebenk (Sala Tiga)






Jumat, 19 Desember 2008

Mataram, Cidomo, Nasi Balap dan Masakan Padang

Aku ke Mataram berangkat menggunakan maskapai Lion "Delay" Air- Julukanku untuk penyedia jasa penerbangan yang sering menunda jadwal ternbangnya ini. Mestinya pukul 19.15 WIB Aku sudah terbang dari Cengkareng ke Bandara Ampenan Mataram. Tapi karena tabiatnya itu akhirnya baru berangkat pukul 21.00 WIB.
Huuuh..setelah tertidur pulas di pesawat sepanjang peenerbangan, aku terbangun oleh suara pramugari yang mengumumkan bahwa dalam waktu dekat pesawat akan mendarat di Ampenan. Tepat pukul 22.30 WIB atau 23.30 WITA aku menghirup udara Mataram dan langsung menuju penginapan tempat aku ikut pelatihan. Di bandara telah ada panitia acara yang menunggu ku. Teman yang memang sudah ku kenal sejak 2004 lalu.Di Blitar, Jawa Timur.
Kesanku terhdap Mataram sampai hari ini, Jum'at 19 Desember 2008, biasa saja. Belum ada yang terlalu berkesan. Indah tidak, bersih tidak dan rada sembraut. Apa karena aku belum sempat melihat Mataram dari "Dimensi" lain ya?
Beberapa kali saat agenda pelatihan tidak padat aku menyempatkan diri untuk menelusuri kota, menggunakan "Cidomo". Sebutan orang Mataram untuk Dokar/Bendi/Delman..Kendaraan macam ini cukup banyak jumlahnya disini. Karenanya di sepanjang jalan kota berserakan kotoran Kuda. Bau..
Ada yang membuat perutku "gelisah" selama di sisni. Masalah makanan. Saban hari aku disuguhkan panitia menu Nasi Balap. Nasi yang dibungkus seperti kerucut dengan lauk pauk khas Mataram. Kadang ada campuran irisan daging ayam, kacang dan mie. Kadang dicampur adukkan telur, nenas dan cabe...ya, begitulah. Perutku gusar. Tidak sesuai dengan selera Minang ku. Untuk itu aku coba menanyakan ke orang-orang di mana Rumah Makan Padang terdekat dari lokasi. Aku temukan. Aku makan kenyang. Dan penglihatan mata ku yang mulai berkunang-kunang mulai stabil kembali.
Setelah selesai acara ini ada saru tempat yang ingin aku kunjungi. Pantai Senggigih...katanya eksotis...

Mataram, 19 Desember 2008

Sabtu, 13 Desember 2008

An Roy's, SBY dan Atrium

Hari ini, Sabtu 13 Desember 2008 saya mulai dengan pagi yang sibuk dari biasanya. Maklum saya mau bepergian lumayan jauh. Ke Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tapi nginap dulu agak semalam di Jakarta. Ada janji juga dengan beberapa orang teman dan sodara di Jakarta.
Dengan se-Tas barang bawaan saya berangkat ke Bandara Internasional Minangkabau make jasa Tranex Mandiri. Angkutan pelat kuning dari dan ke Bandara di Padang. Sepi juga penumpang pagi tadi. Paling lima atau enam orang.
Diperjalanan naik seorang penumpang yang wajahnya cukup akrab bagiku sehingga memaksaku melirik ulang ke penumpang yang barusan naik. Ow, tenyata An Roy's' salah satu pelantun lokal kesukaan ku. Si "Bungo Ilalang" duduk persis di depanku. Dalam fikirku cuma bergumam, ooo, ternyata ini orangnya. Yang menjadi penilaian ku, perasaan dia kelihatan tambah muda dibanding terakhir bertemu sekitar 8 Tahun silam.
Setiba di Bandara mata kami sama-sama tertuju pada barisan pelajar berseragam putih dan bejibun pasukan pengamanan yang siap siaga. Aku baru ingat bahwa hari ini SBY berkunjung ke Ranah Minang.
Setelah turun mobil saya dan An Roy's sama-sama berbarengan menyaksikan kedatangan RI 1 itu. Presiden turun melambaikan tangan dan aku hanya berkata dalam hati, andai aku jadi Presiden...hehehe.
Jam 11 aku dah sampe di Jakarta. Setelah istirahat sejenak aku jalan-jalan dulu ke Atrium. Maksud utama ku adalah membeli Tetralogi terakhir Laskar Pelang : Maryamah Karpov. Di lantai empat Atrium aku dikejutkan oleh senyum menyapa seorang teman lamaku. Johan. Aku sedikit terkejut karena terakhir bertemu Johan begitu akrab dengan jenggot dan baju kokonya. Sekarang begitu "gaul" dan trendi dengan setelan celana pensil-kemeja skater..Huuh, Johan sudah kembali menjadi Johan setelah sempat menjadi Iqbal..
Hmmmmmm...
Aku sign out dulu...

Atrium Senen..

Jumat, 21 November 2008

Dua Hari Bersama Aci, Nando dan Si "Ayah"..

Pal, bisa kita ketemu sore ini. Abang tunggu di Hotel Padang Jam 4 ya..Tq. Begitulah kurang lebih isi pesan singkat yang dikirim Da Andi Mastian untuk ku. Jam 14.00 hari Selasa 18 November lalu. Ok Da Andi, balas ku. Telat sepuluh menit, jam 4.10 menit saya tiba di Hotel itu.
Ternyata Da Andi mengajak saya bergabung di EO-nya untuk bantu-bantu Acara dengan Dirjen Pajak. Ya, Tentu aku setuju..
Melalui saya Da Andi minta dicarikan tenaga tambahan sekitar 6-8 orang lagi. 4 orang harus perempuan. Dari HMI Komisariat Ekonomilah, pinta Da Andi. Singkat crita Aci, Ade', Alev dan Gita Saya ajak, dan mereka setuju. Yang laki-laki bergabung juga Nando, Irhas, Zainal "Ayah" dan beberapa relawan lainnya...(Bersambung ya..ada panggilan neh..)

Menang Tapi Kalah

Minggu, 16 November lalu atas masukan teman-teman saya ikut Konvensi untuk memilih kandidat Ketua Umum Badko HMI Sumbar periode 2008-2010 dari HMI Cabang Padang. Ada 3 kandidat yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut. Saya, Mevrizal dan Fitra Yandi. Setelah Bedah Visi-Misi kami, tiga orang Kandidat keluar dan bubar, karena Pengurus akan melakukan rapat harian untuk memilih satu diantara kami.
Dalam rapat tersebut musyawarah mentok, sehingga keputusan diambil dengan metode terakhir, Voting. Hasilnya Saya dapat 9 dukungan, Mevrizal 8, Fitra Yandi 2 dan satu pengurus Abstain. Anehnya, justeru yang direkomendasikan adalah Mevrizal. Si Suara Delapan..

Sabtu, 15 November 2008

Laskar Pelangi, Millia dan Jebakan Perasaan Ku

Aku bingung, kenapa akhir-akhir ini benteng pertahanan hatiku begitu rapuh..Cukup lama, bahkan bertahun aku menjaga dan menatanya. Ada alasan mengapa aku begitu sayang dengan hatiku..karena Aku yakin bahwa hati adalah stabilisator spirit kehidupanku, sehingga kalau hati bermasalah, maka gaduh pula semangatku meraungi hidup.
Memang dalam hidup, sebagai manusia aku punya Logika dan Hati. Logika berfungsi untuk menalar mana yang benar dan mana yang irasional menurut ku. Hal ini terkait atas berbagai hal yang berhubungan dengan berbagai varian keputusan hidup yang mesti diambil. Sementara Hati berguna untuk memilih mana yang disukai dan dibenci, mana yang disayangi-dicinta dan semacam itu lah..Nah menariknya kadang pilihan-pilihan keputusan hati itu justeru berlainan kutub dengan Logika..
Kini aku mengalami dilema itu..Aku yang biasanya begitu kokoh dengan Hatiku, rapuh sekejab karna Laskar Pelangi dan Millia..Bukan berarti selama ini tidak ada "Millia-Millia" yang dekat dengan ku..tapi yang satu ini kok..Beda..
Benarkah aku tengah terjebak oleh perasaanku sendiri..atau memang sudah saatnya pula "Batu Karang" itu terkikis.. Aku nggak tau juga..Menurutku sekarang biarlah "dia" mengalir kemana maunya..kemana "dia" suka..
Jadi aku tak usah repot-repot menetralisir perasaan ku seperti semula sebelum "kena". Seperti saran dalam pesan singkatnya : Yg pntg, jlni aj apa adanya...
Ya, betul, itu jalan tengahnya..Aku setuju..


Jumat, 07 November 2008

For My Mom..


Hujan lebat sekali malam ini. Deru jejatuhannya membangunkan aku dari tidur lelapku. Disertai badai pula lagi. Padahal siang tadi cerah-cerah saja. Ya… begitulah cuaca akhir-akhir ini Bu, susah ditebak. Siang panas sepanas-panasnya, malam tiba-tiba hujan selebat-lebat antah. Barangkali disebabkan “global warming” ya, seperti yang menjadi bahasan banyak orang belakangan ini.
Bu, tak berasa sebelas tahun sudah kita tidak bertemu. Sejak 1997. Hari Sabtu tanggal 6 Juli. Waktu aku masih kelas 2 SMP. Tentu sudah banyak peristiwa terjadi di sana yang aku tidak tau, dan juga di sini dimana Ibu juga tidak mengetahuinya. Ibu menyimpan banyak cerita dan akupun punya berbagai kisah. Bermacamlah Bu, ada yang lucu menggelikan, terkadang aneh mengherankan, serta ada pula yang sedih mengharukan.
Eh iya, maaf baru menyurati Ibu sekarang, karena baru dapat alamat ibu kemaren. Ibu mah tidak pernah mau ngasih tau ke aku dimana Ibu tinggal, apalagi mengabari tentang keadaan Ibu. Entah senang bahagia disana atau malah Ibu sakit kepanasan. Entah aku bisa berbagi suka atau justeru mesti membantu meringankan penderitaan Ibu. Aku tak tau.
Wah, bahagia sekali rasanya sekarang aku bisa berkirim kabar. Sudah lama tawa tertahan untuk berbagi kelucuan. Telah lama pula isak kubendung untuk berbagi kesedihan.
Ibu bagaimana kabarnya, adakah baik-baik saja?. Kalau aku, anak bujang Ibu ini , alhamdulilah sehat dan baik-baik selalu. Begitu juga dengan Ayah, Kakak dan Adik-adik yang Ibu tinggalkan saat mereka masih sangat butuh belai kasih Ibu.
Aku sekarang 26 tahun. Masih kuliah strata-2. Seperti pesan Ibu kepada kami, selagi masih muda dan mampu teruslah bersekolah. Nantilah berfikir menikah dan menjadi kaya. Tidak seperti kekayaan dan wanita, ilmu lebih setia menemani hidup kita. Ilmu lebih sabar dari wanita penyabar. Ilmu lebih mahal dari harta segudang. Wanita bisa larut digelimangi harta, harta akan hilang ditelan bencana, tetapi tidak dengan ilmu. Tapi aku kan sudah 26 tahun. Tentu tidak mau pula aku dibilang “bujang lapuak” oleh orang-orang.
Soal perempuan Bu, sampai sekarang aku belum punya calon menantu Ibu. Hehehe..Kadang malu juga aku dengan diriku. Soal tampang, anak bujang Ibu ini sepertinya tidak jelek-jelek amat. Aku juga orang baik-baik. Tidak seperti kebanyakan orang muda sekarang, aku tidak sama sekali pernah menyentuh narkoba, tidak pula nakal dan suka bikin onar, apalagi bergaul bebas.
Baru-baru ini ada sih gadis yang membuat jantung si bujangmu ini berdetak kencang. Paras dan perawakannya bolehlah menurut penilaianku. Kulit putih kemerahan, berjilbab dan yang menjadi daya tarik dari dia adalah bentuk kombinasi mata, bulu mata dan alisnya yang indah. Cantik sekali. Kalau Ibu kukenalkan dengannya, pasti Ibu memuji pilihanku. Tapi aneh Bu, sama seperti mengejar gunung, semakin aku mendekati dia, semakin dia terasa menjauh. Semakin aku ingin mengenali dia, terasa dia semakin menutup diri. Akhirnya, patah pulalah semangatku mengejar-ngejar dia.
Aku tidak tau pasti kenapa bisa seperti itu. Bisa jadi karena caraku kurang halus dan tidak mengena. Memang sepeninggal Ibu, aku tidak punya wanita sebagai tempat curhat. Sehingga aku kurang tau bagaimana menaklukkan perasaan halus seorang perempuan. Coba kalau ada Ibu, tentu aku akan dapat banyak pelajaran tentang semua itu. Tentu banyak sudah perempuan yang mampu aku pikat. Hahaha.. Kata Ibukan kalau ingin menyenangkan perempuan, senangkan dulu hatinya.
Bu, sekarang sudah banyak perubahan di keluarga kita Ibu sudah punya tiga menantu dengan dua orang cucu. Uda Wendy dapat isteri orang bayang. Uni Nove nama kerennya. Aslinya dia bernama Nurmita Yenti. Sejauh ini beliau mampu mengambil sebagian peran Ibu dalam keluarga kita. Beberapa bulan yang lalu ketika pernikahan Unang dengan Uda Naldi, beliaulah yang paling banyak membantu. Mulai dari persoalan konsumsi, perlengkapan penganten sampai semua tetek bengek pesta beliau yang mengatur. Semuanya beres pokoknya ditangani oleh wanita tangguh ini. Dari beliau lahirlah cucu Ibu yang lucu. Tata dan Cili. Kalau si sulung Tata, orangnya periang tapi suka sakitan. Agak manja memang. Tapi kalau yang bungsu, Cili, sangat berwibawa, pendiam dan suka rewel. Tata berumur 4 tahunan, sedangkan Cili sekitar 1 tahun lebih. Cili itu namanya aku yang ngasih. Halbicya Winny Primauli nama lengkapnya. Halbicya berarti pohon penyejuk, halbi, yang tumbuh di tepi pantai, Winny bermakna kemenangan dan Primauli artinya adalah sebelum maulid nabi. Hebat bukan nama yang aku beri Bu?
Kalau Si Kakak istrinya dah hamil pula. Mira namanya..Teman sekolah kakak saat SMA dulu.
Bu, Ayah sampai sekarang masih sendiri. Belum atau bahkan tidak mau lagi mencari pengganti Ibu. Aku tidak tau persis alasannya kenapa. Sebab kalau difikir-fikir kan sah-sah saja Ayah mencari pengganti Ibu, karena Ibu pasti tak akan pernah kembali lagi ke kehidupan kami. Apasih perjanjian yang Ayah dan Ibu ikrarkan sehingga hati Ayah membatu seperti itu? Ayah telah selesai pula S-2nya. Sekarang selain sebagai Kepala Sekolah, beliau juga diminta mengajar di sebuah Perguruan Tinggi swasta di Solok. Kerenkan Bu?. Coba Ibu masih di sini, pasti Ibu bangga sekali dengan suami Ibu. Sudah gagah, taat beribadah, penyabar dan berpendidikan lagi. Kelak kalau sudah berkeluarga, Ayah merupakan referensi utama aku. Aku ingin jadi suami seperti Ayah.
Ibuku sayang, bersama aku di Padang sekarang ada juga Jul dan Mila. Si Jul hampir selesai kuliahnya di Ilmu Fisika. Sedangkan Mila, anak gadis , sekarang sudah kuliah pula di ilmu keguruan. Pengen jadi guru juga katanya seperti Ibu.
Si Bungsu Ibu, Iim, yang dulu Ibu tinggalkan ketika masih kecil, saat dimana anak seumurnya masih dimandikan dan disuapkan makannya, sekarang sudah kelas dua SMA. Sudah jadi bujang gagah pula. Iim tinggal bersama Uda Wendi di Painan.
Bu, entah mengapa beberapa hari ini wajahmu sering muncul di penglihatanku. Mungkin karena aku terlalu kangen denganmu. Atau Ibu masih marah kepada aku, sebab di detik-detik kepergiannmu aku tak ikut melepas dan mengantarkanmu ke tempat peristirahatan yang Ibu pilih. Sekali lagi aku mohon maaf. Aku kan tidak sengaja. Salah Ibu jugakan kenapa gak bilang-bilang ke aku kalau Ibu mau berangkat. Padahal siangnya aku kan masih becanda tawa bersama Ibu. Trus Ibu juga kan yang menyuruh aku pergi mengantarkan titipan Ibu. Sudahlah Bu, aku gak mau ribut lagi tentang masalah ini dengan Ibu. Nanti dianggap durhaka pula aku.
Sudah dulu ya Bu. Hampir subuh. Besok ada kuliah. Di ujung suratku ini aku hanya berharap kelak bisa bertemu dan bersama Ibu lagi. Kalau Ibu mau menerimaku, aku akan tinggal lagi bersama Ibu. Di surga. Sehingga saat malam tiba aku dapat tidur di sebelah Ibu. Kalau Ibu haus aku yang mengambilkan minum. Kalau Ibu lapar aku yang akan membuatkan makanan permintaan Ibu. Kalau Ibu kepanasan dengan senang hati aku pula yang akan mengipasi Ibu dengan kain panjang. Dan, jika aku sedih, Ibulah yang aku harapkan menghapus derai air mataku..Anak kesayanganmu

Minggu, 26 Oktober 2008

Tentang Berita Duka Seorang Sahabat

Kemaren sampai kabar ke telinga ku tentang kepergian Ibu seorang sahabat. Berlinang juga air mataku, satu karena Ibunya terbilang sebagai Ibuku juga, dua karena peristiwa itu mengingatkan akan kepergian Bundaku sebelas tahun silam...tiga, semakin memilukan hati karena hari wafat beliau persis dua minggu setelah pernikahan temanku, Yardi.
Kawan, inilah bagian keperihan hidup yang mesti kau hadapi, dibalik canda tawa yang kau punya. Berbalut ketabahan dan kekuatan hati, aku yakin kau sanggup menjalaninya. Memang, kita akan merasa sangat kehilangan karena pernah merasa memilikinya.
Yar, kau beruntung karena sempat menghantar beliau pergi, sempat memapah beliau mengucap kata taubat dan bisa mencium keningnya untuk terakhir kali. Itu cukup bagi beliau sebagai pengobat iba di rimba lara. Kau diberi kesempatan untuk melakukan semua yang aku tidak dapatkan ketika Bundaku pergi.
Sobat, kebahagian orang menghantar itu adalah saat melepas kepergiannya..
Selamat jalan Etek, maaf aku tak sempat melayatmu.





Senin, 08 September 2008

Opini

Iklan Politik
(Antara Promosi dan Kamuflase Politik)
Pembaca mungkin masih ingat dengan iklan produk rokok Long Beach yang sempat saban hari menghiasi layar kaca kita beberapa tahun silam. Dalam iklan tersebut digambarkan seorang pria seakan-akan tengah melayang di “surga” menikmati pijitan perempuan cantik di hamparan pasir putih yang indah. Iklan tersebut semakin sempurna dengan dukungan jingle yang terdengar pas di telinga. Melalui kemasan iklan seperti itu, produsen berpesan kepada calon konsumennya bahwa dengan mengkonsumsi Long Beach, para perokok akan mendapatkan kenikmatan luar biasa.
Contoh lain yang masih segar dalam imajinasi kita adalah iklan rokok Mezzo, produk grup Djarum. Di iklan itu kita menyaksikan sepasang manusia berseragam putih terbang berlarian melompati lobang (hambatan-rintangan) keriangan. Pesan yang dapat diambil dari iklan tersebut adalah bahwa dengan menghisap rokok Mezzo konsumen akan merasa bebas. Bebas dari kesulitan dan rintangan. Bebas dari berbagai masalah dan persoalan.
Memang, Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran. Dengan cara itu produsen mencoba memperkenalkan profil produknya ke masyarakat. Melalui iklan idealnya disampaikan bagaimana postur dan nilai produk yang akan didapat konsumen.
Komunikasi pemasaran juga salah satu dimensi dalam membangun citra merek produk, bahkan citra perusahaan. Citra yang baik mendorong terbentuknya kepercayaan masyarakat untuk menggunakan produk tertentu. Kalau sudah berhasil merebut hati masyarakat, logikanya akan berdampak terhadap peningkatan angka penjualan dan kalkulasi rupiah yang diperoleh.
Akan tetapi laba tentu bukanlah tujuan akhir perusahaan. Yang diharapkan perusahaan adalah loyalitas konsumen. Loyalitas akan didapat bilamana harapan konsumen terpenuhi. Untuk itu perlu keselarasan antara citra yang dibangun dengan kualitas produk yang ditawarkan.
Pertanyaannya, efektifkah iklan produk rokok Long Beach dan Mezzo meraup kepercayaan konsumen?. Hasil amatan penulis dan mungkin amatan kita semua, kedua merek rokok diatas ternyata gagal di pasaran. Apa kira-kira faktor penyebab kegagalannya ?.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, iklan memberikan kontribusi bagi terbentuknya citra merek (Brand Image). Citra merek merupakan persepsi baik-buruk masyarakat atas produk tertentu. Pada kasus Long Beach dan Mezzo, penulis berpendapat terdapat jurang (gap) antara citra yang dibangun melalui iklan dengan nilai produk yang didapat konsumen. Akibatnya konsumen kecewa dan produk gagal berkembang di pasar.
Dalam tulisan berjudul Marketing Politik yang dimuat Harian Singgalang tanggal 16 April lalu, penulis menyampaikan bahwa dewasa ini ilmu marketing kian diperlukan dalam komunikasi politik sebagai metoda pengenalan produk politik kepada masyarakat. Roh dari marketing politik adalah upaya pembentukan citra produk politik guna mendapatkan kepercayaan publik. Kepercayaan publik lahir apabila ada keselarasan antara citra produk politik yang dibangun melalui marketing politik dengan tingkat kepuasan masyarakat atas produk politik yang ditawarkan.
Menjelang pemilihan umum 2009 tahun depan, aktivitas marketing politik semakin marak saja kita saksikan. Di berbagai media masa para tokoh politik sudah mulai sibuk “mengiklankan” diri dan partai mereka. Dengan memanfaatkan berbagai momen penting yang ada, mereka coba menarik perhatian masyarakat melalui himbauan-himbauan, isu-isu moral, dan beragam bentuk kemasan lainnya.
Media promosi seperti spanduk dan baliho pun sepertinya jadi pilhan menarik untuk lebih mengenalkan dan mendekatkan diri kepada masyarakat. Memang cara ini punya kelebihan dibanding iklan di media masa. Spanduk dan Baliho lebih murah dan bisa bertahan lebih lama. Tetapi daya jangkaunya tentu sangat terbatas dibanding promosi lewat media seperti televisi dan media cetak lainnya.
Melalui marketing politik tokoh dan partai politik ingin mendapatkan citra tertentu dari publik. Kalau core promosinya adalah isu-isu tentang kemiskinan maka dia berharap citra yang melekat pada dirinya adalah sebagai tokoh atau partai pembela kaum miskin dan rakyat jelata. Jika promosi politiknya konsisten dengan persoalan pendidikan dan intelektualitas, maka harapannya melekat pada mereka citra sebagai tokoh atau partai yang peduli dengan pendidikan. Begitu seterusnya produk dan partai politik akan mendapatkan citra tertentu dari masyarakat tergantung kepada core dan konsistensi mereka terhadap isu-isu yang diusung.
Apapun bentuk dan cara mempopulerkan diri yang marak dilakukan belakangan ini, tujuannya relatif sama, yaitu popularitas. Bagamana saat dijual, masyarakat mau membeli “produk” mereka. Seperti yang pernah penulis sampaikan juga dalam tulisan terdahulu, bahwa saat ini, popularitas adalah faktor dominan dalam menentukan derajat keterpilihan (elektabilitas) tokoh atau partai pada suatu “kompetisi” politik.
Belajar dari kasus Long Beach dan Mezzo diatas, gap antara citra yang dibangun dengan nilai produk politik yang diperoleh masyarakat sangat mungkin terjadi. Masyarakat bisa “terbeli kucing dalam karung”. Bagaimana tidak, dengan proses marketing, tokoh karbitan sangat mudah muncul dan populer. Beruntung kalau yang “terbeli” adalah produk bagus, jika tidak tentu rugilah “pembeli”.
Dalam ilmu pemasaran ada yang dikenal dengan sebutan pembeli emosional. Perumpamaannya kurang lebih begini; suatu ketika saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Dari rumah niat saya adalah membeli kemeja. Setelah berkeliling mencari mana kemeja yang pas dan sesuai dengan selera, kemudian mata saya tertuju kepada satu kemeja dengan merek “Jibun”. Melihat “Jibun” Saya teringat kalau merek tersebut sering terlihat di iklan-iklan. Model yang dipakai untuk promosinya-pun adalah model top di negeri ini. Tanpa berfikir panjang saya langsung mengambil “Jibun” dan membelinya. Walau sebelumnya saya tidak memiliki informasi yang lengkap tentang “Jibun”, baik asal-muasal apalagi kualitasnya. Konsekuensi keputusan pembelian yang saya lakukan adalah, bila kualitasnya baik karena sesuai dengan kriteria yang saya inginkan, maka saya beruntung. Akan tetapi sebuah keputusan yang salah apabila yang saya beli adalah produk tidak bagus.
Memang, para pembeli emosional-lah yang kebanyakan membeli “Jibun”. Loyalis produk tertentu tidak akan membelinya karena mereka percaya terhadap produk yang biasa mereka gunakan. Mereka sangat mengenali profil dan kualitas apa yang dibeli.
Dalam dunia politikpun seperti itu. Hanya pemilih emosional saja lah yang akan memilih “Jibun Politik”. Sebab pemilih yang sudah masuk kepada segmen loyalis tokoh dan partai tertentu sulit direbut. Loyalitas pemilih tercipta karena mereka akrab dengan kualitas dan profil pilihan mereka.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin simpulkan apa yang di sampaikan Arbi Sanit (detik.com-24 Mei 2008), bahwa sebaiknya masyarakat mengenali dulu profil tokoh dan partai politik yang akan dipilih pada setiap pemilihan, baik dalam Pemilu Legislatif atau Pemillihan Langsung Eksekutif. Kesalahan dalam menentukan pilihan, berarti kekeliruan dalam menentukan nasib kedepan. Masyarakat jangan terlalu percaya dengan slogan dan janji yang disampaikan melalui iklan politik, karena bisa saja itu menyesatkan.

Foto Wisata HMI Komisariat FE Unand Ke Alahan Panjang















Travelling


Bersama kawan-kawan HMI Komisariat Ekonomi Unand saat berwisata ke Kebun Teh PTPN VI di kabuaten Solok

Jumat, 05 September 2008

Prinsip

Sebagai makhluk Tuhan yang diberi kelebihan akal, kegamangan terbesar bagiku bukanlah saat aku tidak mampu mengisi perutku makanan 3x sehari, bukan pula saat aku tidak bisa memperoleh emas dan intan, tetapi aku gamang jika aku tidak bisa berjalan diatas rel fikiranku.

Jika dengan itu aku dijauhkan dari limpahan materi duniawi, adalah suatu resiko logis atas idealismeku. Namun jika dengan prinsip itu aku jadi kaya dan jaya, berarti aku tersesat di jalan yang benar.

Kamis, 17 Juli 2008

Selamat Jalan Sahabat Ku



Seperti rona senja, pelupukku memerah.

Seperti rumput pagi, mataku berembun.

Seperti aliran sungai, air mataku menderu.

Seperti kepergianmu, asaku juga pergi.


Ketika sesuatu masih ada dalam ruang logika, yang ada adalah benar dan salah. Tapi bila sudah merasuk ke hati dan perasaan, akan ada kesedihan dan bahagia.

Kamis, 12 Juni 2008

Bersama Sari dan Febi

Ber-Kodak ria di Reading Room MM Unand sesaat setelah Pelatihan ISO 9001 : 2000. Kami "menyeringai" merayakan akan keluarnya sertifikat ISO tersebut

Senin, 09 Juni 2008

Sabtu, 07 Juni 2008

Kilas

ZAINAB binti JAHSY -radhiallaahu 'anha-
Dia adalah Ummul mukminin, Zainab binti Jahsy bin Rabab bin Ya'mar. Ibu beliau bernama Ummyah Binti Muthallib, Paman dari paman Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam . Pada mulanya nama beliau adalah Barra', namun tatkala diperistri oleh Rasulullah, beliau diganti namanya dengan Zainab.
Tatkala Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam melamarnya untuk budak beliau yakni Zaid bin Haritsah (kekasih Rasulullah dan anak angkatnya), maka Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah bersabda kepada Zainab, "Aku rela Zaid menjadi suamimu". Maka Zainab berkata: "Wahai Rasulullah akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya. Maka turunlah firman Allah (artinya): "Dan Tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan–urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". (Al-Ahzab:36).
Akhirnya Zainab mau menikah dengan Zaid karena ta'at kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, konsekuen dengan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara orang yang satu dengan orang yang lain melainkan dengan takwa.
Akan tetapi kehidupan rumah tangga tersebut tidak harmonis, ketidakcocokan mewarnai rumah tangga yang terwujud karena perintah Allah yang bertujuan untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan dan hukum-hukum jahiliyah dalam perkawinan.
Tatkala Zaid merasakan betapa sulitnya hidup berdampingan dengan Zainab, beliau mendatangi Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam mengadukan problem yang dihadapi dengan memohon izin kepada Rasulullah untuk menceraikannya. Namun beliau bersabda: "Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah".
Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah tidak memberitahukan kepadanya ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntunan Syar'i karena beliau khawatir, manusia lebih-lebih orang-orang musyrik, akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya. Maka Allah 'Azza wajalla menurunkan ayat-Nya: "Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya:"Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih kamu takuti. Maka tatkala Zaid yang telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini ( istri-istri anak-anak angkat itu ) apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi". (Al-Ahzab:37).
Al-Wâqidiy dan yang lain menyebutkan bahwa ayat ini turun manakala Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan 'Aisyah tiba-tiba beliau pingsan. Setelah bangun, beliau tersenyum seraya bersabda:"Siapakah yang hendak memberikan kabar gembira kepada Zainab?", Kemudian beliau membaca ayat tersebut. Maka berangkatlah seorang pemberi kabar gembira kepada Zainab untuk memberikan kabar kepadanya, ada yang mengatakan bahwa Salma pembantu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam yang membawa kabar gembira tersebut. Ada pula yang mengatakan bahwa yang membawa kabar gembira tersebut adalah Zaid sendiri. Ketika itu, beliau langsung membuang apa yang ada di tangannya kemudian sujud syukur kepada Allah.
Begitulah, Allah Subhanahu menikahi Zainab radliallâhu 'anha dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya tanpa wali dan tanpa saksi sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab dihadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata:"Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas 'Arsy-Nya". Dan dalam riwayat lain,"Allah telah menikahkanku di langit". Dalam riwayat lain,"Allah menikahkan ku dari langit yang ketujuh". Dan dalam sebagian riwayat lain,"Aku labih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil; kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh".
Zainab radliallâhu 'anha adalah seorang wanita shalihah, bertakwa dan tulus imannya, hal itu ditanyakan sendiri oleh sayyidah 'Aisyah radliallâhu 'anha tatkala berkata:"Aku tidak lihat seorangpun yang lebih baik diennya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahmi dan paling banyak shadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan shadaqah dan taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla".
Beliau radliallâhu 'anha adalah seorang wanita yang mulia dan baik. Beliau bekerja dengan kedua tangannya, beliau menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah, yakni beliau bagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Tatkala 'Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab, beliau berkata:"Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda". Kemudian beliau berkata: "Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda kepada para istrinya: 'Orang yang paling cepat menyusulku diantara kalian adalah yang paling panjang tangannya…' ".
Maka apabila kami berkumpul sepeninggal beliau, kami mengukur tangan kami di dinding untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang di maksud dengan panjang tangan adalah sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah.
Ajal menjemput beliau pada tahun 20 hijriyah pada saat berumur 53 tahun. Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab turut menyalatkan beliau. Penduduk Madinah turut mengantar jenazah Ummul Mukminin, Zainab binti Jahsy hingga ke Baqi'. Beliau adalah istri Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam, semoga Allah merahmati wanita yang paling mulia dalam hal wali dan wakil, dan yang paling panjang tangannya. [ Dimurâja'ah pada hari Sabtu, 03/01/1423 = 16/03/2002 ]

Jumat, 06 Juni 2008

Bersama Dr. Ir. H. Akbar Tandjung



Bersama Akbar Tandjung sesaat setelah diskusi tentang 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Pada kesempatan tersebut Bang Akbar menyampaikan niatnya untuk berpartisipasi pada Pemilihan Presiden 2009 nanti.
Bang Akbar juga menyatakan kerisauannya terhadap eksistensi Partai Golkar saat ini. Beliau mempertanyakan "mimpi" P.Golkar meraup 30 % suara pada Pemilihan Umum yang akan datang.
AT menilai PG tengah mengalami krisis serius. Indikatornya, bertumbangannya kandidat yang diusung PG pada berbagai Pilkada baik tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.

Senin, 26 Mei 2008

Opini

Iklan Politik, Kamuflase atau Proses Pengenalan ?
Oleh: Epaldi Bahar
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Andalas


Pembaca mungkin masih ingat dengan iklan produk rokok Long Beach yang sempat saban hari menghiasi layar kaca kita beberapa tahun silam. Dalam iklan tersebut digambarkan seorang pria seakan-akan tengah melayang di “surga” menikmati pijitan perempuan cantik di hamparan pasir putih yang indah. Iklan tersebut semakin sempurna dengan dukungan jingle yang terdengar pas di telinga. Melalui kemasan iklan seperti itu, produsen berpesan kepada calon konsumennya bahwa dengan mengkonsumsi Long Beach, para perokok akan mendapatkan kenikmatan luar biasa.
Contoh lain yang masih segar dalam imajinasi kita adalah iklan rokok Mezzo, produk grup Djarum. Di iklan itu kita menyaksikan sepasang manusia berseragam putih terbang berlarian melompati lobang (hambatan-rintangan) keriangan. Pesan yang dapat diambil dari iklan tersebut adalah bahwa dengan menghisap rokok Mezzo konsumen akan merasa bebas. Bebas dari kesulitan dan rintangan. Bebas dari berbagai masalah dan persoalan.
Memang, Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran. Dengan cara itu produsen mencoba memperkenalkan profil produknya ke masyarakat. Melalui iklan idealnya disampaikan bagaimana postur dan nilai produk yang akan didapat konsumen.
Komunikasi pemasaran juga salah satu dimensi dalam membangun citra merek produk, bahkan citra perusahaan. Citra yang baik mendorong terbentuknya kepercayaan masyarakat untuk menggunakan produk tertentu. Kalau sudah berhasil merebut hati masyarakat, logikanya akan berdampak terhadap peningkatan angka penjualan dan kalkulasi rupiah yang diperoleh.
Akan tetapi laba tentu bukanlah tujuan akhir perusahaan. Yang diharapkan perusahaan adalah loyalitas konsumen. Loyalitas akan didapat bilamana harapan konsumen terpenuhi. Untuk itu perlu keselarasan antara citra yang dibangun dengan kualitas produk yang ditawarkan.
Pertanyaannya, efektifkah iklan produk rokok Long Beach dan Mezzo meraup kepercayaan konsumen?. Hasil amatan penulis dan mungkin amatan kita semua, kedua merek rokok diatas ternyata gagal di pasaran. Apa kira-kira faktor penyebab kegagalannya ?.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, iklan memberikan kontribusi bagi terbentuknya citra merek (Brand Image). Citra merek merupakan persepsi baik-buruk masyarakat atas produk tertentu. Pada kasus Long Beach dan Mezzo, penulis berpendapat terdapat jurang (gap) antara citra yang dibangun melalui iklan dengan nilai produk yang didapat konsumen. Akibatnya konsumen kecewa dan produk gagal berkembang di pasar.
Dalam tulisan berjudul Marketing Politik yang dimuat Harian Singgalang tanggal 16 April lalu, penulis menyampaikan bahwa dewasa ini ilmu marketing kian diperlukan dalam komunikasi politik sebagai metoda pengenalan produk politik kepada masyarakat. Roh dari marketing politik adalah upaya pembentukan citra produk politik guna mendapatkan kepercayaan publik. Kepercayaan publik lahir apabila ada keselarasan antara citra produk politik yang dibangun melalui marketing politik dengan tingkat kepuasan masyarakat atas produk politik yang ditawarkan.
Menjelang pemilihan umum 2009 tahun depan, aktivitas marketing politik semakin marak saja kita saksikan. Di berbagai media masa para tokoh politik sudah mulai sibuk “mengiklankan” diri dan partai mereka. Dengan memanfaatkan berbagai momen penting yang ada, mereka coba menarik perhatian masyarakat melalui himbauan-himbauan, isu-isu moral, dan beragam bentuk kemasan lainnya.
Media promosi seperti spanduk dan baliho pun sepertinya jadi pilhan menarik untuk lebih mengenalkan dan mendekatkan diri kepada masyarakat. Memang cara ini punya kelebihan dibanding iklan di media masa. Spanduk dan Baliho lebih murah dan bisa bertahan lebih lama. Tetapi daya jangkaunya tentu sangat terbatas dibanding promosi lewat media seperti televisi dan media cetak lainnya.
Melalui marketing politik tokoh dan partai politik ingin mendapatkan citra tertentu dari publik. Kalau core promosinya adalah isu-isu tentang kemiskinan maka dia berharap citra yang melekat pada dirinya adalah sebagai tokoh atau partai pembela kaum miskin dan rakyat jelata. Jika promosi politiknya konsisten dengan persoalan pendidikan dan intelektualitas, maka harapannya melekat pada mereka citra sebagai tokoh atau partai yang peduli dengan pendidikan. Begitu seterusnya produk dan partai politik akan mendapatkan citra tertentu dari masyarakat tergantung kepada core dan konsistensi mereka terhadap isu-isu yang diusung.
Apapun bentuk dan cara mempopulerkan diri yang marak dilakukan belakangan ini, tujuannya relatif sama, yaitu popularitas. Bagamana saat dijual, masyarakat mau membeli “produk” mereka. Seperti yang pernah penulis sampaikan juga dalam tulisan terdahulu, bahwa saat ini, popularitas adalah faktor dominan dalam menentukan derajat keterpilihan (elektabilitas) tokoh atau partai pada suatu “kompetisi” politik.
Belajar dari kasus Long Beach dan Mezzo diatas, gap antara citra yang dibangun dengan nilai produk politik yang diperoleh masyarakat sangat mungkin terjadi. Masyarakat bisa “terbeli kucing dalam karung”. Bagaimana tidak, dengan proses marketing, tokoh karbitan sangat mudah muncul dan populer. Beruntung kalau yang “terbeli” adalah produk bagus, jika tidak tentu rugilah “pembeli”.
Dalam ilmu pemasaran ada yang dikenal dengan sebutan pembeli emosional. Perumpamaannya kurang lebih begini; suatu ketika saya berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Dari rumah niat saya adalah membeli kemeja. Setelah berkeliling mencari mana kemeja yang pas dan sesuai dengan selera, kemudian mata saya tertuju kepada satu kemeja dengan merek “Jibun”. Melihat “Jibun” Saya teringat kalau merek tersebut sering terlihat di iklan-iklan. Model yang dipakai untuk promosinya-pun adalah model top di negeri ini. Tanpa berfikir panjang saya langsung mengambil “Jibun” dan membelinya. Walau sebelumnya saya tidak memiliki informasi yang lengkap tentang “Jibun”, baik asal-muasal apalagi kualitasnya. Konsekuensi keputusan pembelian yang saya lakukan adalah, bila kualitasnya baik karena sesuai dengan kriteria yang saya inginkan, maka saya beruntung. Akan tetapi sebuah keputusan yang salah apabila yang saya beli adalah produk tidak bagus.
Memang, para pembeli emosional-lah yang kebanyakan membeli “Jibun”. Loyalis produk tertentu tidak akan membelinya karena mereka percaya terhadap produk yang biasa mereka gunakan. Mereka sangat mengenali profil dan kualitas apa yang dibeli.
Dalam dunia politikpun seperti itu. Hanya pemilih emosional saja lah yang akan memilih “Jibun Politik”. Sebab pemilih yang sudah masuk kepada segmen loyalis tokoh dan partai tertentu sulit direbut. Loyalitas pemilih tercipta karena mereka akrab dengan kualitas dan profil pilihan mereka.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin simpulkan apa yang di sampaikan Arbi Sanit (detik.com-24 Mei 2008), bahwa sebaiknya masyarakat mengenali dulu profil tokoh dan partai politik yang akan dipilih pada setiap pemilihan, baik dalam Pemilu Legislatif atau Pemillihan Langsung Eksekutif. Kesalahan dalam menentukan pilihan, berarti kekeliruan dalam menentukan nasib kedepan. Masyarakat jangan terlalu percaya dengan slogan dan janji yang disampaikan melalui iklan politik, karena bisa saja itu menyesatkan.
.







Ke Mana Anda Mau Berakhir Pekan ?



Bagi Anda yang butuh tempat mengasyikkan guna melepas lelah setelah seminggu berjibaku dengan kerjaan Anda, maka Jembatan Akar bisa menjadi tempat berwisata yang tepat. Jembatan Akar terletak di Nagari Puluik-Puliuk Kecamatan Bayang Utara Kabupaten Pesisir Selatan, sekitar 70 km dari kota Padang. Menuju ke sana menghabiskan sekitar 2 jam perjalanan.
Dikatakan Jembatan Akar karena memang Jembatan ini terbuat dari jalinan akar pepohonan yang tumbuh di tepi sungai. Jembatan ini menghungkan dua Kampung dipisahkan oleh aliran Batang Bayang yang berhulu di Danau Atas kabupaten Solok.
Selain bisa menikmati sejuknya hawa pegunungan Bukit Barisan, Bagi anda yang hobi olah raga Arung Jeram, sungai yang mengalir di sini punya tantangan tersendiri tentunya. Atau bagi pengunjung yang pengen merasakan dinginnya air sungai ini, bermandi ria pun menjadi pilihan yang tepat pula. Selamat Berkunjung

Salam Kenal, Selamat Berkunjung Di Blog Saya

Melalui blog ini saya ingin "bercengkrama" dengan siapa saja yang bersedia meluangkan waktunya. Saya sangat senang bila pengunjung becerita tentang berbagai persoalan yang etis kita bicarakan. Demi sempurnanya blog ini saya berharap kritik dan masukan Anda semuanya. Terima Kasih..